Sumber Foto: KalderaNews.com
Oleh: Yuli Nestiyarum
Sebagai seorang pendidik umumnya akan mengikuti berbagai pola pembelajaran yang pernah diterima dan dirasakan pada saat mengenyam pendidikannya. Berbagai pengalaman menjadi siswa di masa lalu baik saat mengenyam pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi, mengajarkan pendidikan yang berpusat pada guru, sehingga semua sumber informasi pada saat pembelajaran berlangsung akan bertumpu pada gurunya.
Sumber Foto: www.lensaindonesia.com
Seiring berjalannya waktu, teknologi Informasi yang semakin maju mengajarkan kita berbagai hal baru. Apalagi saat pandemi melanda, Kita sebagai pendidik seakan dipaksa untuk melompat dari zona nyaman. Banyak belajar pengetahuan dan teknologi baru agar tidak menjadi guru yang tertinggal atau ditinggalkan oleh siswa. Saya mulai banyak belajar mengenai berbagai karakter siswa, apa yang mereka butuhkan saat pembelajaran berlangsung secara tatap maya, serta bagaimana membuat siswa tetap merasa nyaman dalam pembelajarannya. Meski demikian, berbagai pemikiran dan filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD) belum saya pahami secara utuh dan menyeluruh. Meskipun selama ini saya mengutamakan kolaborasi dan keaktifan semua siswa di kelas, namun ternyata saya belum sepenuhnya menghargai setiap individu sebagai pribadi dengan potensi unggulnya masing-masing. Terkadang saya menggunakan standar yang sama untuk mengukur kemampuan siswa Kita, padahal mereka tentunya memiliki berbagai perbedaan karakter, kemampuan, dan potensi masing-masing.
Setelah mempelajari beberapa pemikiran KHD secara lebih mendetail dan mendalam pada Program Guru Penggerak di Modul 1.1, mata hati saya mulai terbuka perlahan, bahwa berbagai pemikiran KHD tentunya sangat luar biasa apabila diterapkan dalam pembelajaran. Sebagai seorang pendidik selayaknya Kita harus memperhatikan kodrat diri anak yang diberikan oleh Yang Maha Pencipta (kodrat alam), disesuaikan dengan perubahan zaman (kodrat zaman), tanpa mengabaikan kearifan lokal budaya Indonesia. Seorang guru harus menerapkan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani” secara utuh, yakni mampu menjadi contoh, teladan, dan panutan bagi semua siswa baik saat di dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus mampu membangun kemauan, niat, dan tekad untuk mewujudkan tujuan pendidikan sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya. Kita juga harus memberikan dorongan, semangat, dan motivasi agar mereka mampu berkembang sesuai potensi yang dimilikinya secara optimal dengan melibatkan pihak keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bersama-sama, sehingga akan memberikan hasil yang optimal.
Setelah mempelajari beberapa pemikiran KHD secara lebih mendetail dan mendalam pada Program Guru Penggerak di Modul 1.1, mata hati saya mulai terbuka perlahan, bahwa berbagai pemikiran KHD tentunya sangat luar biasa apabila diterapkan dalam pembelajaran. Sebagai seorang pendidik selayaknya Kita harus memperhatikan kodrat diri anak yang diberikan oleh Yang Maha Pencipta (kodrat alam), disesuaikan dengan perubahan zaman (kodrat zaman), tanpa mengabaikan kearifan lokal budaya Indonesia. Seorang guru harus menerapkan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani” secara utuh, yakni mampu menjadi contoh, teladan, dan panutan bagi semua siswa baik saat di dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus mampu membangun kemauan, niat, dan tekad untuk mewujudkan tujuan pendidikan sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya. Kita juga harus memberikan dorongan, semangat, dan motivasi agar mereka mampu berkembang sesuai potensi yang dimilikinya secara optimal dengan melibatkan pihak keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bersama-sama, sehingga akan memberikan hasil yang optimal.
Setelah memahami berbagai pemikiran dan filosofi KHD, banyak hal yang akan dan dapat Saya terapkan dalam pembelajaran, diantaranya: lebih mengoptimalkan kolaborasi
dan partisipasi aktif semua siswa saat pembelajaran, dengan mengedepankan potensi masing-masing siswa secara personal, sehingga
mereka akan tumbuh sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya tanpa merasa terbelenggu
dalam pembelajaran (meraih kemerdekaan dalam belajar). Saya juga akan lebih menajamkan mata hati saya agar mampu melihat dan menilai siswa saya secara lebih objektif, tanpa pernah menghakiminya. Sejatinya setiap anak adalah kertas yang diatasnya telah terisi oleh tulisan yang samar. Tugas Kita sebagai pendidik adalah memperjelas berbagai tulisan baik yang masih terlihat samar serta membiarkan tulisan jelek agar tetap samar. Mari selalu berbenah agar mampu menjadi penuntun yang baik, sehingga membantu siswa Kita menemukan masa depan yang cemerlang.
Posting Komentar