Hidup adalah tentang berbagi, berbagi kebaikan pada sesama, never stop learning friends...

Articles by "Berbagi"

 


Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? 

Pada abad 21 saat ini, dimana tidak ada lagi sekat komunikasi antar berbagai daerah, negara, dan benua di seluruh dunia, tentunya memberikan tantangan tersendiri bagi Kita, pendidik generasi penerus bangsa. Beberapa hari lalu Kita dikejutkan berita dari Sumatra Utara, tepatnya di daerah Medan, terdapat beberapa murid yang terciduk bermain bilyard pada saat jam sekolah. Lebih disayangkan lagi, pada waktu pembinaan dilakukan oleh Ibu Kepala Dinas, sang murid justru membentak Ibu kepala Dinas tersebut dengan lantangnya, tidak peduli bahwa dirinya telah melakukan kesalahan, bahkan ditambahkan kesalahan baru yakni berani menghardik dan membentak seseorang yang lebih tua, yang seharusnya dia dihormati. Berdasarkan fenomena ini, sebagai seorang pendidik, saya sungguh miris luar biasa. Bisa dikatakan pendidikan telah gagal dalam hal ini. Apakah kesalahan bertumpu pada sekolah saja? tentu saja tidak, karena sejatinya menurut Ki Hajar Dewantara (KHD) Pendidikan budi pekerti yang dominan justru ditanamkan pada usia dini yakni pendidikan keluarga. Kita sebagai orang tua, baik di rumah maupun di sekolah (guru), hendaknya berkaca pada filosofi Pratap Triloka: "Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani".
Ing Ngarsa Sung Tulada, berarti seorang pemimpin pembelajaran (guru) haruslah memberi suri teladan yang baik bagi murid yang dipimpinnya. Minimnya teladan saat ini tentu saja menjadi sumber miskinnya karakter baik, terutama bisa kita lihat di sosial media, betapa banyak orang mampu mengeluarkan kata-kata kotor kepada orang lain di sosial media, sementara mereka tidak saling mengenalnya. Lebih miris lagi saat Kita mendengar informasi dari Seminar yang diadakan oleh KOMINFO di Hotel Merapi Merbabu di Yogyakarta bahwa Netizen Indonesia merupakan Netizen terburuk se Asia Pasifik, sungguh menjadikan miris bagi setiap pendidik yang mendengarnya. Berdasarkan berbagai fenomena ini tentunya sebagai pendidik akan tergugah untuk segera membenahi tatanan pendidikan di negeri ini. Sebagai seorang guru, Kita tidak hanya berkewajiban transfer of knowledge, melainkan juga harus melakukan transfer of value. Seorang guru harus memberikan keteladanan dalam setiap keputusan terhadap murid-muridya maupun orang-orang di sekitarnya. Keteladanan menjadi sangat penting karena dengan keteladanan ini akan mampu mempengaruhi tingkat kepercayaan orang-orang yang dipimpinnya.
Ing Madya Mangun Karsa, artinya guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu bekerja sama dengan semua murid-muridnya, sehingga pembelajaran yang dilakukan akan terasa mudah, ringan, dan hubungan antara guru dan murid tentu saja menjadi lebih erat, namun tidak melanggar etika yang dijunjung tinggi dalam pendidikan kita. Dalam hal ini Guru hendaknya mampu menjadi orang tua di sekolah, menjadi teman juga bagi murid-muridnya, sehingga diharapkan dapat melakukan Coaching terhadap muridnya dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan yang mengandung unsur dilema etika yang dihadapi para muridnya. Apabila hal ini dilakukan, diharapkan potensi murid akan semakin berkembang, sehingga nantinya mampu mengambil keputusan yang tepat bagi diri dan masa depannya. 
Tut Wuri handayani, artinya sebagai Guru, Kita harus memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk maju dan berkembang. Guru diharapkan mampu memberikan bekal ilmu, wawasan, dan pengetahuan, serta menjadi motivator bagi semua muridnya agar dapat dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam kehidupannya kelak.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan? 

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses dalam menentukan sebuah pilihan dari berbagai alternatif pilihan yang tersedia. Terkadang dalam pengambilan keputusan, seorang guru dihadapkan pada beberapa hal yang sulit, terutama berkaitan dengan dilema etika (benar versus benar). Proses ini menjadi rumit tatkala keputusan berdampak pada dirinya dan orang lain, atau bahkan lingkungan di sekolahnya. Selain itu terkadang terdapat pertentangan nilai-nilai yang tertanam pada diri kita (yang akan mempengaruhi prinsip-prinsip dalam pengambilan suatu keputusan). Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita sangat mempengaruhi prinsip-prinsip yang Kita ambil pada saat pengambilan keputusan. Pada dasarnya pengambilan keputusan yang Kita lakukan dalam rangka pemecahan suatu masalah, sehingga Kita sebagai seorang guru hendaknya mampu membuat keputusan yang efektif yang selain berpegang pada nilai-nilai kebajikan yang tertanam pada diri Kita juga menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Kesembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan itu diantaranya:
  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut.
  3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasinya.
  4. Melakukan pengujian benar dan salah (uji legal, uji regulasi/standar profesional, uji intuisi, uji publikasi, dan uji panutan/idola).
  5. melakukan pengujian paradigma benar lawan salah diantaranya: Individu lawan masyarakat (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), dan Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).
  6. Melakukan prinsip resolusi.
  7. Melakukan Investigasi Opsi Trilema.
  8. Membuat Keputusan.
  9. Melihat lagi keputusan yang akan diambil dan merefleksikannya.

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya. 

Apabila pengambilan keputusan yang Kita lakukan telah mengikuti 9 langkah yang disarankan pada saat pembimbingan (Coaching) yang diberikan oleh fasilitator maupun pendamping (pada kegiatan diskusi eksplorasi konsep pada kelompok kecil yakni kelompok 3, dilanjutkan dengan kegiatan ruang kolaborasi pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran), tentunya akan menghasilkan keputusan yang efektif, yakni keputusan yang sahih, yang tidak menimbulkan keragu-raguan setelah keputusan kita ambil. Hal ini disebabkan karena pengambilan keputusan telah mengikuti prosedur yang tepat (9 langkap pengambilan dan pengujian keputusan) dan bukan berasal dari keputusan karena emosi sesaat.

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan? 

Keputusan yang diambil oleh seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari kemampuan seorang guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya. Tentunya nilai-nilai alamiah yang tertanam pada diri seorang guru (aspek sosial emosional) sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Oleh karena itu, guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya mampu meredam tingkat emosi dalam dirinya agar keputusan yang dihasilkan benar-benar menjadi keputusan terbaik yang tidak akan memberikan keraguan atau bahkan penyesalan setelah pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil hendaklah tidak dilakukan pada saat emosi, dalam hal ini kepala dingin justru mampu memberikan situasi yang kondusif dalam pengambilan keputusan yang seobjektif mungkin, sehingga memberikan solusi terbaik terhadap suatu permasalahan yang tengah dihadapi.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. 

Pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral dan etika pada saat ini sangat penting, terutama moral dan etika generasi muda penerus bangsa saat ini. Tuntunan haruslah tetap menjadi tuntunan, moral dan etika generasi penerus bangsa harus dikembalikan pada fitrahnya, kembali pada nilai-nilai luhur yang dianut oleh seorang pendidik. Tentunya hal ini tidak lepas dari filosofi pratap triloka yang telah dikembangkan oleh KHD pada dunia pendidikan.


Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. 

Keputusan tepat tentunya berkaitan erat dengan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Apabila kesembilan langkah telah dilakukan dengan baik, dan pengambilan keputusan dilakukan dengan kepala dingin, serta melibatkan nilai-nilai luhur yang dianut oleh seorang pendidik, tentunya akan menghasilkan suatu keputusan yang mampu memecahkan masalah (problem solving), tidak menimbulkan keragu-raguan setelah pengambilan keputusan, dan berdampak positif pada lingkungan belajar, hingga memberikan lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan nyaman, Situasi seperti inilah yang turut mendukung kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya, adakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda? 

Dalam pengambilan keputusan di lingkungan saya (terutama berkaitan dengan beberapa kasus dilema etika), beberapa memang menjadi lebih kompleks dan rumit. Meski demikian, suatu hal yang sulit bukan berarti tidak dapat dilaksanakan. Berbagai kesulitan yang dihadapi akan menjadi mudah apabila Kita memiliki rekan sejawat yang mau dan mampu memberikan masukan positif agar mampu menghasilkan keputusan terbaik yang dapat memecahkan masalah yang tengah dihadapi.

Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? 

Pengambilan keputusan yang sesuai dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, serta didasarkan pada berbagai nilai luhur yang dianut oleh seorang guru dalam pengambilan keputusan tentunya akan mendukung murid-murid Kita untuk menjalani pembelajaran secara lebih merdeka. Kondisi kondusif ini tentunya akan memudahkan Guru sebagai pemimpin pembelajaran untuk menghasilkan keputusan yang memuliakan murid-muridnya, sehingga turut membukakan pintu kesuksesan bagi semua muridnya.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya? 

Keputusan yang diambil oleh seorang guru (sebagai pemimpin pembelajaran) tentunya akan berpengaruh dalam kehidupan dan masa depan murid-muridnya. Hal ini yang harus diingat oleh setiap guru bahwa dalam pengambilan keputusan hendaknya dilakukan secara hati-hati (didasarkan pada berbagai nilai luhur yang dianut oleh seorang pendidik), bersifat prosedural (mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan), dan tidak menghasilkan penyesalan pada saat keputusan telah ditetapkan (pengambilan keputusan harus dilakukan dengan kepala dingin, tanpa campur tangan emosi sesaat).

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya dilakukan secara hati-hati (didasarkan pada berbagai nilai luhur yang dianut oleh seorang pendidik), bersifat prosedural (mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan), dan tidak menghasilkan penyesalan pada saat keputusan telah ditetapkan (pengambilan keputusan harus dilakukan dengan kepala dingin, tanpa campur tangan emosi sesaat). Seorang guru juga harus memikirkan bahwa keputusan yang diambil nantinya sangat berpengaruh terhadap masa depan murid-muridnya, sehingga guru harus sangat berhati-hati dalam setiap pengambilan keputusan agar mampu menghasilkan keputusan yang sahih, akurat, memecahkan masalah yang ada (problem solving), dan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk para muridnya agar berkembang sesuai potensinya masing-masing dalam bingkai merdeka belajar.


    Berdasarkan teori Convergentie Theorie, setiap anak yang lahir diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua tulisan masih kabur/suram. Pendidikan berkewajiban menebalkan tulisan baik yang masih suram dan membiarkan tulisan jahat tetap kabur/suram. Sebagai seorang Pamong, hendaknya guru diharapkan mampu menebalkan tulisan baik yang masih suram agar tampak jelas dan bermakna.

  Dalam pembelajaran di kelas, sebagai seorang pamong hendaknya melaksanakan pembelajaran yang menghargai setiap potensi setiap murid agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, sehingga sangat tepat apabila diterapkan pembelajaran berdiferensiasi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti guru harus mengajar dengan berbagai cara berbeda sesuai jumlah murid yang berada di dalam kelas, bukan pula seorang guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang bekerja lebih cepat dibandingkan yang lain, juga bukan berarti guru harus mengelompokkan murid yang pintar dengan yang pintar, murid yang kurang pintar dengan yang kurang pintar, bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau superhero yang siap sedia ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan mampu memecahkan semua permasalahan yang ada. 

    Pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses pembelajaran efektif dengan memberikan beragam cara untuk memahami informasi baru untuk semua murid dalam komunitas kelas yang beraneka ragam, termasuk cara untuk mendapatkan konten, mengolah, membangun, atau menalar gagasan dan mengembangkan produk pembelajaran serta penilaian, sehingga semua murid di suatu kelas yang memiliki beragam latar belakang dan kemampuan mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif. Dalam mengembangkan pembelajaran yang berpihak pada murid, untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang dimiliki oleh murid-murid kita, memang selayaknya diperlukan pembelajaran berdiferensiasi, sehingga semua murid akan berkembang secara optimal sesuai kemampuan dan potensinya masing-masing.

  Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD) seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam mengenai seni mendidik. Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya, Seperti itulah seharusnya seorang guru. Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.

    Dalam mewujudkan pembelajaran berdiferensiasi, maka pembelajaran yang dilaksanakan haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Berkaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi, juga sangat diperlukan pembelajaran yang menggunakan Kompetensi Sosial Emosional (KSE), sehingga akan melengkapi dan menjadikan pembelajaran lebih tertata, balance, dan meningkatkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Pembelajaran sosial emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Dalam pembelajaran sosial emosional memiliki tujuan sebagai berikut:

  1. Memberikan pemahaman, penghayatan, dan kemampuan untuk mengelola emosi/kesadaran diri.
  2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif/pengelolaan diri.
  3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain/kesadaran sosial.
  4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif/keterampilan membangun relasi.
  5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab/pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Berikut 5 KSE yang penting, diantaranya:
  1. Pengelolaan emosi dan fokus pada tujuan.
  2. Empati.
  3. Kemampuan kerjasama dan resolusi konflik.
  4. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
  5. Pengenalan emosi.
Seorang guru selain harus memperhatikan 5 hal penting dalam KSE, juga perlu menerapkan 5 Kompetensi Sosial Emosional agar dapat menerapkannya pada murid yang diampunya di kelas. Berikut 5 KSE, diantaranya:
  1. Kesadaran diri (pengenalan emosi).
  2. Pengelolaan diri (mengelola emosi dan fokus untuk mencapai tujuan).
  3. Kesadaran sosial ( keterampilan berempati).
  4. Keterampilan berelasi (kerjasama dan resolusi konflik).
  5. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
    Pembelajaran berdiferensiasi dan KSE akan semakin sempurna apabila ditunjang dengan praktik Coaching oleh guru pada murid-muridnya. Praktik Coaching dapat dilaksanakan menggunakan model TIRTa. Model ini dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTa, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir. TIRTa kepanjangan dari:

T: Tujuan

I: Identifikasi

R: Rencana aksi

Ta: Tanggung jawab


    Dari segi bahasa, TIRTa berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Tugas kita adalah menuntun atau membantu murid (
coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya. Dengan demikian, cara kita menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada adalah keterampilan coaching.
Apabila guru mampu menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran KSE, dilengkapi dengan Coaching, maka selaku pamong, Kita akan mampu mendampingi dan mengoptimalkan setiap potensi yang dimiliki oleh murid kita, dan akan mampu mengantarkan mereka ke gerbang kesuksesan menuju masa depan mereka nan gemilang.

 


    Selaku Calon Guru penggerak (CGP), kita selayaknya mampu belajar, menerapkannya dalam pembelajaran, dan berbagi aksi nyata penerapannya pada teman sejawat/komunitas praktisi yang berada di sekolah masing-masing. Aksi nyata pada teman sejawat saya lakukan pada hari Jumat, 19 November 2021 pukul 11.30 sampai 12.45 pada 6 rekan guru di SMA Negeri 1 Seyegan. Kegiatan deseminasi/pengimbasan saya lakukan di Ruang Kelas XII MIPA 3.
    Pada kegiatan desminasi, saya memberikan pendahuluan berupa filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD) yang nantinya banyak kita pakai sebagai dasar pemahaman pelaksanaan pembelajaran yang akan kita lakukan. Setelah pendahuluan, materi baru dilanjutkan membahas Penerapan Budaya Positif yang telah dilakukan di sekolah. Dimulai dari lingkungan sekolah yang mendukung penerapan budaya positif, membuat kesepakatan kelas, mengenal berbagai kebutuhan dasar murid, mengenal berbagai karakter guru, dan penerapan segitiga restitusi yang telah dilaksanakan oleh CGP di Sekolah.
    Budaya positif merupakan pembiasaan perilaku positif (meliputi penerapan karakter mulia, kedisiplinan, bergotong-royong/kolaborasi, peduli lingkungan, dan berbagai karakter positif lain). Budaya positif di sekolah tidak dapat dibangun secara instan, melainkan tahap demi tahap, sehingga menjadi suatu pembiasaan. Pembiasaan budaya positif inilah yang secara otomatis akan mendorong pergerakan positif secara masiv semua warga sekolah, mulai dari Kepala Sekolah beserta jajarannya, tenaga pendidik dan kependidikan, serta semua murid untuk bahu membahu mencapai visi dan misi sekolah yang diinginkan. Budaya positif yang sudah saya terapkan tertuang dalam kesepakatan kelas, diantaranya kesepakatan piket sesuai nomor absen, saling mengingatkan dalam upaya menjaga kesehatan bersama (terutama disiplin untuk tetap mengenakan masker saat Pembelajaran Tatap Muka terbatas/PTMT), dan saling membantu dalam kebaikan. 
    CGP juga menjelaskan penerapan kesepakatan kelas yang telah dilaksanakan yang ternyata memberikan atmosfer positif di dalam kelas. Tak lupa juga CGP melakukan sharing berbagai kebutuhan dasar murid dan beberapa tipe guru yang ada di kelas yang membuat kami (CGP dan peserta deseminasi) merasa harus mawas diri dan terus mengoreksi diri sendiri agar dalam setiap langkah yang kita terapkan dalam pembelajaran di kelas mampu memberikan suasana yang nyaman pada semua murid kita. Pada akhir sesi CGP memaparkan penerapan segitiga restitusi yang telah dilaksanakan bersama 2 murid di SMA Negeri 1 Seyegan. Berikut tayangan video lengkap penerapan segitiga restitusinya:

    Demikian tadi aksi nyata pengimbasan Budaya positif yang telah saya lakukan pada rekan Guru di SMA Negeri 1 Seyegan, Sleman, Daerah istimewa Yogyakarta. Semoga memberikan manfaat dan turut serta memajukan pendidikan di Indonesia.



    Sebagai seorang pendidik, pernahkah terlintas di pikiran kita bahwa setiap murid kita unik? ataukah justru Kita tenggelam dalam berbagai tugas rutin yang menyebabkan tumpulnya hati dan miskinnya perasaan? Jawabannya ada di hati kita masing-masing.
    Menurut filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD), sebagai petani yang baik, guru harus peka akan karakter tanaman yang ada di lahan pertaniannya. Dari sinilah saya semakin tersadar bahwa dalam pembelajaran Kita perlu menerapkan berbagai strategi agar mampu merangkul semua murid di kelas Kita dengan sebaik-baik perlakuan. Jawabannya tentunya menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, karena dengan langkah ini semua tantangan akan terjawab. Guru memang tidak memiliki kantong Doraemon yang mampu memenuhi semua keinginan muridnya, meski demikian selayaknya guru adalah manusia dewasa yang mampu memberikan pelayanan terbaik bagi semua muridnya di kelas sesuai potensi masing-masing yang dimilikinya. 
    Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Perlunya mengidentifikasi kebutuhan belajar murid agar murid mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar), memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan memberikan kesempatan bagi murid untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar). Berdasarkan semua hal ini dimaksudkan agar mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran. Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid, diantaranya: Kesiapan belajar (readiness) murid, Minat murid, dan Profil belajar murid. Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
    Kunci sukses pembelajaran berdiferensiasi (konten, proses, dan produk) adalah mulai menemukenali potensi setiap murid dan mulai merumuskan strategi yang akan digunakan. Dari strategi yang telah disusun inilah guru mulai melakukan aksi nyatanya di kelas masing-masing. Tentunya jangan mudah bosan dan putus asa untuk senantiasa mengevaluasi setiap langkah yang telah dilakukan, karena sejatinya setiap manusia memang harus selalu belajar dari pengalaman dan kesalahan yang mungkin saja bisa dilakukan. terus evaluasi dan perbaiki setiap langkah yang dilakukan, tanyakan pada murid kita agar mau jujur, dengarkan mereka, dan beri kesempatan untuk menuliskan testimoni agar kita mampu memperbaiki setiap proses yang dilakukan untuk menuju suatu kondisi ideal yang kita cita-citakan. never stop learning dan wujudkan mimpi menjadi kenyataan. Terimakasih anak-anakku atas kesempatannya membersamai kalian.












Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD), seorang Guru harus mampu menjadi petani yang cerdas, mampu merawat berbagai tanaman yang tumbuh pada lahan pertaniannya. Sosok "Penuntun", BUKAN Penuntut setidaknya mampu menjadi pamong yang senantiasa menerapkan filosofi "ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani" dalam kesehariannya, sehingga layak menjadi contoh, teladan, dan panutan bagi semua muridnya baik saat di kelas, lingkungan sekolah, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Berbekal segenap potensi dan daya dukung yang dimilikinya seperti tergambar dalam Peta Kekuatan berikut:

Calon Guru Penggerak (CGP) selayaknya memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya agar dapat mewujudkan imajinasi atau impiannya mengenai murid-muridnya di masa yang akan datang seperti ilustrasi berikut:

Untuk dapat mewujudkannya, seorang guru harus banyak belajar, menimba berbagai pengalaman, dan menerapkan berbagai ilmu dan pengalaman yang telah dipelajari dan dilaluinya agar mampu menjadi guru yang layak diidam-idamkan seperti ilustrasi berikut:

Untuk mewujudkan semua hal tersebut, dibutuhkan strategi yang efektif, sehingga Kami CGP dibekali dengan materi Inkuiri Apresiatif (IA), suatu pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan berbasis kekuatan. Paradigma berbasis kekuatan ini dijalankan dalam suasana positif dan apresiatif yang dituangkan dalam istilah BAGJA, dengan:

  1. B (Buat Pertanyaan Utama): digunakan untuk menentukan arah penelusuran.
  2. A (Ambil Pelajaran): digunakan untuk menuntun pengambilan keputusan.
  3. G (Gali Mimpi): digunakan untuk menyusun narasi keadaal idel.
  4. J (Jabarkan Rencana): digunakan untuk mengidentifikasi tindakan yang diperlukan.
  5. A (Atur Eksekusi): digunakan untuk membantu mentransormasi rencana menjadi sesuatu yang nyata.

Melalui penerapan BAGJA, diharapkan mampu membantu mengarahkan dan mengukur apa yang Kita lakukan baik secara mandiri maupun berkelompok untuk mencapai tujuan bersama yang mungkin kelihatan mustahil untuk diwujudkan.

Berbagai pengetahuan dan pengalaman yang diberikan dalam Pendidikan Guru Penggerak (PGP) semakin dipertajam dengan materi Disiplin Positif dan Keyakinan Kelas yang dapat diterapkan dan dikembangkan di sekolah masing-masing. Penerapan aksi nyata guru penggerak tentunya akan sangat didukung dengan pengetahuan kebutuhan dasar manusia, 5 posisi kontrol seorang guru, dan penerapan segitiga restitusi di sekolah. Berikut video Penerapan Segitiga Restitusi Penanaman Budaya Positif CGP Yuli Nestiyarum yang telah didasarkan pada telaah kebutuhan dasar manusia dengan menerapkan posisi kontrol guru sebagai manager:



 Jangan lupa, selalu kunjungi: Portal Rumah Belajar

Roadshow SAGARUMBEL (Sapa Warga Rumah Belajar) 37
Siapa bilang saat PSBB kita tidak bisa percobaan? Tentu bisa dong, kan ada Laboratorium Maya nya Rumah Belajar.
Nah...memanfaatkan Laboratorium Maya tidak susah ko, cukup ketik https://belajar.kemdikbud.go.id/ lalu scroll ke bawah, cari Laboratorium Maya pada Fitur Utama, kemudian klik coba sekarang, dan..kita bisa melakukan percobaan yang diinginkan. sesimpel itu sih...
Nah klik di sini ya friends...
nah, kalo sudah, akan muncul tampilan seperti ini dan kita bisa langsung memilih percobaan yang akan kita lakukan.
Kali ini kita akan melakukan penentuan pH Larutan Asam Basa
Dengan menggunakan Percobaan Penentuan pH Larutan Asam Basa, siswa juga merasa lebih faham mengenai derajat keasaman asam dan basa.
Pada saat percobaan asam dan basa siswa secara langsung berdiskusi mengenai percobaan yang sedang diamati bersama dalam forum zoom meeting.
Berikut dokumentasi pada saat kegiatan berlangsung

Jangan lupa, gunakan selalu Portal Rumah Belajar, belajar dimana saja, kapan saja, dengan siapa saja. Terimakasih...


 Jangan lupa, kunjungi: Portal Rumah Belajar

Acara ini diselenggarakan atas kerjasama Yuli Nestiyarum (DRB DIY tahun 2020) dengan Bapak Umar Latifui, S.S, M.Si (SRB Merauke Papua) melalui Zoom Meeting.
Acara diawali dengan berdoa lalu dilanjutkan dengan acar inti, yakni Pemanfaatan Portal Rumah Belajar terutama EDUGAME dan Pengenalan serta pembuatan animasi POWTOON dalam pembuatan Video Pembelajaran untuk menunjang pembelajaran di sekolah.
Pengenalan Portal Rumah Belajar terutama EDUGAME sebagai langkah cerdas melengkapi pembelajaran agar dapat lebih menarik dan menyenangkan.
Pengenalan EDUGAME Pembelajaran Kimia.
Pengenalan EDUGAME Rambu-Rambu Lalu Lintas

Setelah Pemanfaatan EDUGAME dalam pembelajaran acara dilanjutkan dengan pengenalan animasi POWTOON beserta cara menggunakan animasi dalam pembuatan video pembelajaran untuk menunjang pembelajaran di sekolah.
Pengenalan animasi POWTOON.
Praktik pemanfaatan animasi POWTOON menggunakan Template.
Praktik pemanfaatan animasi POWTOON melalui create.
Praktik pemanfaatan animasi POWTOON dengan membuat batas antar slide dan mengisi sound baik menggunakan musik maupun record.
Contoh hasil pembuatan animasi POWTOON dalam materi SIFAT DAN KEGUNAAN KOLOID



 

Kunjungi Portal Rumah Belajar

Roadshow dilaksanakan pada hari Jumat, 27 November 2020 di SMA Negeri 1 Cangkringan, Sleman, Yogyakarta pukul 08.00 sampai 11.00 WIB dengan mengangkat tema: Best Practice Laboratorium Maya dan Pembuatan Video Pembelajaran agar Menunjang Pembelajaran Jarak Jauh. Roadshow merupakan kolaborasi antara Saya (Yuli Nestiyarum, SRB Yogyakarta) dengan Mashuda Nurbani (SRB Yogyakarta). Acara dimulai pada pukul 08.00 WIB dengan dibuka oleh sambutan dari Ibu Kepala Sekolah Dra. Anies Rachmania, S,S,M.M, dihadiri oleh 31 guru.

Pembukaan oleh Ibu Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Cangkringan
Pengenalan Portal Rumah Belajar dan Pemaparan materi Best Practice Laboratorium Maya
Peserta antusias mengakses Portal Rumah Belajar
Pertanyaan Peserta
Pertanyaan Peserta
Peserta mempersiapkan editing video menggunakan Camtasia
Peserta mengikuti editing video yang dipandu kedua narasumber
Penguatan Rumah Belajar oleh narasumber
Acara penutupan dengan yel-yel Rumah Belajar

Berikut dokumentasi Roadshow SAGARUMBEL 36:

Dokumentasi Roadshow SAGARUMBEL 36 di Instagram
Dokumentasi Roadshow SAGARUMBEL 36 di Facebook
Dokumentasi Roadshow SAGARUMBEL 36 di Twitter

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget